Perkembangan Islam di Indonesia dan Penjelasannya (Lengkap)

Perkembangan islam di Indonesia rupanya sangat pesat. Hal ini dapat diketahui dengan adanya kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang muncul dan menguasai sebagian besar wilayah di Nusantara.

Agama islam sebagai "Rahmatan lil alamin" membuat agama ini mudah berkembang di negara kita. Banyak pendapat atau teori mengenai masuknya islam ke Indonesia. Sebelum lanjut, untuk menambah pemahaman mengenai teori tersebut bisa dilihat di Teori Masuknya Islam ke Indonesia (Proses, Bukti & Kekurangan)

Nah, selanjutnya bagaimana sih alur perkembangan islam di Indonesia?
Untuk menjawabnya, perlu kita ketahui bahwa setiap daerah memiliki cara atau proses islamisasinya masing-masing. Sehingga kita harus menganalisisnya per daerah. Untuk lebih lengkapnya cermati perkembangan islam di Indonesia berikut ini!


Perkembangan Islam di Indonesia dan Penjelasannya (Lengkap)


Perkembangan Islam di Indonesia dan Penjelasannya (Lengkap)


1. Perkembangan Islam di Sumatra 

Wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat Pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh Utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama, yaitu Kerajaan Islam Perlak dan Samudera Pasai. Hal ini dikarenakan wilayah Sumatra bagian utara letaknya di tepi Selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India ke Cina.

Kalau begitu, kerajaan islam pertama di Indonesia yang mana?

Pada tahun 1978 di acara seminar "Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh", Prof. Ali Hasmy memberi penjelasan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah Kerajaan Perlak. Meskipun demikian, para pakar sejarah sepakat bahwa Kerajaan Samudra Pasailah sebagai kerajaan islam pertama di Indonesia.

A. Samudra Pasai 

Kerajaan Samudra Pasai dengan raja pertama adalah Sultan Malik Al Saleh (memerintah dari tahun 1261-1297 M) Sultan Malik Al Saleh sendiri semula bemama Marah Silu. Kemudian Marah Silu mengawini putri raja Perlak dan masuk Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif dari Makkah yang dan memberinya gelar Sultan Malik Al Saleh. Di bawah pimpinannya Samudera Pasai berkembang dalam bidang ekonomi, politik, dan kebudayaan.

Sejak abad ke-14 Masehi, Samudra Pasai telah tumbuh dan berkembang masyarakat Islam. Karena hubungannya dengan pelabuhan Malaka, yang waktu itu sudah menjadi kerajaan kecil yang ramai pedagang-pedagang dari barat.

Seiring dengan kemajuan Kerajaan Samudera Pasai yang sangat pesat, pengembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Ulama dan para mubalignya menyebar ke seluruh Nusantara, ke pedalaman Sumatra, pesisir barat dan utara Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Tidore, Ternate, dan pulau lain di Maluku.

Samudra Pasai sempat diserang oleh Majapahit yang dipimpin Panglima Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh di kala itu. Baru pada tahun 1521 ditaklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun.

Selanjutnya Kerajaan Samudera Pasai berada di bawah pengaruh Kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan Kabupaten Aceh Besar). Di waktu yang hampir bersamaan, Portugis berhasil menguasai Malaka. Sehingga pusat perdagangan berpindah ke Aceh.

B. Kerajaan Aceh

Kemajuan pesat Kerajaan Aceh bermula di masa Sultan Ibrahim atau Sultan Ali Mughayat Syah. Salah satu faktornya yaitu jatuhnya Malaka oleh Portugis, dengan peristiwa itu, para saudagar muslim memindahkan kegiatannya di Aceh. Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaannya di masa Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam di tahun 1607-1636 M.

Kerajaan Aceh mempunyai peran penting dalam penyebaran agama Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Para dai, baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah terus berusaha menyampaikan ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan erat antara Aceh dan Timur Tengah terus berkembang. Tak hanya para saudagar dan ulama yang datang ke Indonesia, tetapi banyak orang-orang Indonesia yang mendalami islam Mekkah dan Madinah.

Sehingga pada abad ke-16, kapal dan ekspedisi dari Aceh berlayar mebuju Timur Tengah. Bahkan ada 5 kapal dari Kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di pelabuhan Jeddah. Oleh karena hubungan ukhuwah yang sangat erat antara Aceh dan Timur Tengah membuat Aceh mendapatkan julukan "Serambi Mekkah".

2. Perkembangan islam di Jawa 

Tonggak awal kedatangan islam di Jawa dapat dibuktikan dengan batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Leran atau Gresik yang diperkirakan wafat tahun 1101 M.

Meskipun demikian, pada pertengahan abad 13 bukti masuknya islam ke Jawa sangatlah sedikit. Hingga akhirnya abad berikutnya, sejak Kejayaan Majapahit bukti mengenai masuknya islam mulai ditemukan lebih banyak lagi. Misalnya :
  • Penemuan makam atau kuburan Islam di Troloyo, Trowulan, dan Gresik.
  • Berita Ma Huan (1416 M) yang menceritakan mengenai adanya orang Islam yang bermukim di wilayah Gresik. 
Hal tersebut telah membuktikan bahwa pada masa itu telah terjadi proses islamisasi, mulai dari daerah pesisir, pelabuhan kota, sampai ke pedalaman dan pusat dari Kerajaan Majapahit.

Adanya temuan nisan makam muslim di Trowulan yang bersebelahan dengan kompleks makam para bangsawan Majapahit telah membuktikan proses islamisasi yang terjadi di Majapahit. Dengan begitu, Kerajaan Pasai dan Malaka mempunyai hubungan erat dalam pertumbuhan masyarakat muslim di Majapahit, yaitu adanya para saudagar yang berhasil berlayar sampai Majapahit. Selain untuk berdagang, mereka juga menyebarkan agama islam.

Pada masa selanjutnya, perkembangan islam di tanah Jawa juga dilakukan oleh para mubalig dan ulama yang kemudian itu dikenal dengan sebutan Walisanga (sembilan wali).

Adapun wali sanga tersebut, antara lain:
  • Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) 
  • Raden Rahmat (Sunan Ampel) 
  • Raden Paku atau Ainul Yaqin (Sunan Giri) 
  • Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) 
  • Raden Syahid (Sunan Kalijaga) 
  • Raden Qasim/Raden Syarifudin (Sunan Drajat) 
  • Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) 
  • Jafar Sadiq (Sunan Kudus) 
  • Raden Umar Said (Sunan Muria) 
Selain walisongo yang mempunyai peran besar dalam perkembangan islam di Jawa. Ada juga kerajaan yang bercorak islam sebagai wadah dalam perkembangan islam di Jawa, yaitu Kerajaan Demam.

A. Kerajaan Demak

Di paruh awal abad 16 M, Pulau Jawa dalam genggaman Islam. Para penduduknya merasa telah menemukan pedoman dan tujuan sejati setelah mengakhiri masa Siwa-Buddha serta animisme. Sehingga penduduk merasa damai dan tenteram di bawah naungan Kesultanan Demak yang saat itu dipimpin oleh Raden Fatah atau Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah.

Mereka pun memiliki Kepastian hidup bukan karena wibawa sang sultan, tetapi karena daulah hukum yang pasti, yaitu syariat Islam. Bahkan di Demak juga terdapat undang-undang yang berdasarkan syariat islam yaitu Salokantara dan Jugul Muda. Peraturan pengganti Majapahit tersebut, semua manusia derajatnya sama, yaitu sebagai khalifah Allah di dunia.

Dalam pelaksanaan pemerintahannya, para Sultan dibantu oleh kekuasaan para wali atau ulama. Para ulama berperan sebagai penasihat sultan atau merangkap sebagai tim kabinet.

Versi lain menyebutkan bahwa sekitar tahun 1474 M, Raden Rahmat (Sunan Ampel)  membentuk dewan wali sanga. Anggotanya yaitu Maftuh Ibrahim, Raden Hasan, Raden Qosim (Sunan Drajat), Raden Paku (Sunan Giri), Usman Haji (ayah Sunan Kudus), Raden Mahfud, dan Syekh Maharaja Raden Hamzah. Hingga beberapa tahun kemudian, Raden Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai mubalig keliling.

Selain wali-wali tersebut, banyak para ulama yang berdakwah untuk menyebarkan agama islam. Misalnya saja para ulama yang satu koordinasi dengan Sunan Ampel. Hanya saja para walisanga di atas dikenal memiliki peran yang sangat menonjol dalam persebaran islam di Jawa.

3. Perkembangan Islam di Sulawesi 

Pada abad ke-15, Pulau Sulawesi sudah didatangi oleh para pedagang muslim dari Sumatra, Malaka, dan Jawa. Sulawesi juga terdapat beberapa kerajaan yang besar dan terkenal, diantaranya yaitu Kerajaan Gowa Tallo, Wajo, Bone, dan Sopang. Letak Gowa Tallo berada di Kota Makassar, maka Gowa Tallo disebut juga Kerajaan Makassar, yang istananya terletak di Sumba Opu.

A. Kerajaan Gowa Tallo 

Di bawah pimpinan Raja Tumapasari, tahun 1562-1565 Gowa Tallo berhasil menaklukkan daerah Selayar, Luwu, dan Mar Mandar. Saat itu pula, di Gowa Tallo sudah terdapat masyarakat muslim dalam jumlah yang cukup banyak. Atas jasa Dato Sulaemana dan Dato Ribandang, penyebaran dan pengembangan Islam menjadi lebih pesat dan menjadi lebih intensif.

Sekitar tanggal 22 September 1605 raja Gowa yang dahulu  bernama Karaeng Tonigallo masuk islam dan kemudian bergelar Sultan Alaudin. Beliau mempunyai hubungan baik dengan Sultan Baabullah dari Kerajaan Ternate.
Gowa Tallo resmi bercorak islam, kemudian terus melakukan perluasan wilayah kekuasaannya. Hingga akhirnya daerah Sopeng dan Wajo berhasil ditaklukkan dan diislamkan. Kemudian tahun 1611 M, Gowa Tallo berhasil menaklukkan Bone.

Sejak saat itu, kerajaan Gowa Tallo menjadi tempat transit yang ramai untuk para pedagang. Para pedagang barat yang ingin ke Maluku singgah di Gowa Tallo untuk mengisi perbekalan. Bahkan, di Gowa Tallo pun sebagai penyedia rempah-rempah dari daerah Maluku dengan harga yang murah daripada di Maluku.

Gowa menjadi pelabuhan yang sangat ramai, sehingga sering disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan mancanegara. Ini merupakan keuntungan yang besar, ditambah lagi persembahan upeti dari daerah yang berhasil ditaklukkan. Dari sinilah, salah satu faktor penyebab kejayaan Kerajaan Gowa Tallo.

4. Perkembangan Islam di Kalimantan 

Kalimantan, pulau yang letaknya lebih dekat dengan Jawa dan Sumatra ternyata menerima kedatangan islam lebih belakangan daripada daerah di Maluku dan Sulawesi. Sebelumnya, di Kalimantan juga sudah terdapat Kerajaan bercorak Hindu yang berpusat di negara Daha, Dipa, dan Kahuripan di hulu Sungai Amunta Kimi dan Negara.

Kerajaan tersebut telah berhubungan erat dengan Kerajaan Majapahit. Salah satu buktinya yaitu pernikahan antara salah seorang raja Majapahit dengan putri Tanjung Buih. Hal ini tercatat dalam kitab Negara Kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca.

A. Penaklukan Kerajaan Daha oleh Demak

Sebelum kedatangan Islam, Kerajaan Daha dipimpin oleh Maha Raja Sukarama. Setelah beliau meninggal digantikan oleh Pangeran Tumenggung. Hal ini menimbulkan permasalahan di dalam kerajaan, karena Pangeran Samudra (cucu Maha Raja Sukarama) merasa lebih berhak atas takhta Kerajaan Daha.
Hingga akhirnya Pangeran Samudra dinobatkan menjadi raja Banjar oleh para pengikut setianya, yang membawahi daerah Balit, Masik, Muhur, Belitung, dan Kuwin. Daerah yang terletak di hilir Sungai Nagara.

Berdasarkan cerita yang terdapat dalam hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta bantuan Kerajaan Demak untuk menaklukkan Kerajaan Daha. Dalam perjanjian tersebut, Pangeran Samudra dan rakyatnya akan masuk islam jika Kerajaan Daha berhasil ditaklukkan.
Ternyata Kerajaan Demak berhasil menaklukkan Pangeran Tumenggung dari Kerajaan Daha. Sesuai dengan perjanjian terdahulu, Pangeran Samudra dan rakyatnya masuk islam dan Ia bergelar Sultan Suryamullah sebagai raja Kerajaan Banjar. Dalam buku "De Kroniek Van Banjarmasin" karya AA. Cense, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1550 M.

Kemudian, Sultan Suryamullah memindahkan ibukota dari Muara Bahan ke Banjarmasin. Tujuannya yaitu agar letaknya lebih strategis sehingga mudah disinggahi kaoal-kapal besar para pedagang. Pada masa itu pula, Sultan Suryamullah berhasil menaklukkan Batanghari, Sambas, Kotawaringin, Sukadana, Sampit, Pambuang, Mendawai, Sabangan, dan sekitarnya.

B. Perkembangan Islam di Kerajaan Kutai

Di waktu yang hampir bersamaan, daerah di Kalimantan Timur juga telah didatangi oleh orang muslim. Hal ini berdasarkan hikayat Kutai, saat itu pada masa pemerintahan Raja Mahkota, telah datang dua ulama besar yang bernama Tuanku Tunggang Parangan dan Dato Ribandang. Kedua ulama tersebut masuk ke Kutai setelah mengislamkan orang-orang Makassar.

Tuanku Tunggang Parangan menetap di Kutai, sedangkan Dato Ribandang kemudian kembali ke Makassar. Kemudian Raja Mahkota masuk islam setelah kesaksiannya dikalahkan oleh Tuanku Tunggang Parangan.

Proses penyebaran islam secara intensif terjadi setelah Raja Mahkota wafat. Proses islamisasi di Kutai diperkirakan terjadi pada tahun 1575 M. Putra penggantinya yaitu Pangeran Aji Langgar melakukan perluasan kekuasaan sampai Batanghari, Sambas, dan daerah Muara Kaman.

5. Perkembangan Islam di Maluku dan sekitarnya 

Islam telah masuk dan berkembang di Maluku pada abad ke-5 atau sekitar tahun 1400-1500 M. Islam telah masuk dan berkemba dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka, dan Jawa. Mereka yang sudah beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren di Jawa Timur untuk mempelajari Islam.

Adapun raja-raja dari kerajaan yang ada di Maluku yang masuk Islam, yaitu :
  • Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486). 
  • Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Papua, bahkan sampai ke Filipina.
  • Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin. 
  • Raja dari Kerajaan Jailolo yang kemudian bergelar Sultan Hasanuddin. 
  • Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin pada tahun 1520.
Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, isiam juga masuk ke Papua yang disiarkan oleh raja-raja Islam di Maluku, para pedagang, dan para mubalig yang juga berasal dari Maluku, Daerah-daerahdi Papua yang dimasuki Islam adalah Miso, Jalawati, Pulau Waigio, dan Pulau Gebi.

Penutup

Itulah ulasan mengenai perkembangan islam di Indonesia, semoga ulasan di atas dapat bermanfaat. Sekian dan terima kasih.

Belum ada Komentar untuk "Perkembangan Islam di Indonesia dan Penjelasannya (Lengkap)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel